Rabu, 01 Januari 2014

Ada 6 Ghibah Yang Diperbolehkan? Eits Bukan Fitnah Atau Gosip Lho

DIBOLEHKAN GHIBAH UNTUK TUJUAN SYAR'I

Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar.
Dalam kitab Riyadhushsholihin karya Imam Abu Zakariya An-Nawawi atau yang dikenal Imam Nawawi, menjelaskan pengecualian ghibah dalam enam perkara:

1.Mengadukan kezaliman seseorang kepada hakim.

2. Untuk membantu menghilangkan kemungkaran. Seperti halnya orang yang berkata "Diharapkan bagi yang mempunyai kemampuan untuk melenyapkan kemungkaran ini. fulan telah berbuat demikian"

3. Meminta fatwa kepada mufti. Seperti ayah, saudara atau siapa yang telah menganiayanya kemudian meminta pendapat dan solusi dari seorang mufti. atau kasus yang lain yang berhubungan dengan ahkam syar'iyyah.

4. Memperingatkan muslimin dari kejelekannya. Di antaranya menyingkap aib para perawi yang bermasalah. Bahkan ini bisa wajib.

5.Seseorang melakukan kesyirikan, kemaksiatan, kefasikan atau bid'ah SECARA TERANG-TERANGAN, maka dibolehkan mengungkapnya.

6. Untuk mengenalnya. Karena mungkin julukan seperti Al-A'raj (pincang), Al-A'ma. Diharamkan jika hal itu dimaksudkan untuk merendahkan.

Dan semua itu dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dengan dalil. Silahkan merujuk ke Riyadhushshalihin.

Di dalam sebuah hadith shahih, hadith no:34 dari kitab hadith 40 oleh Al-Hafiz Imam Al-Nawawi, dari Abi Saed al-Khudri ra, berkata, aku telah mendengar bahawa Rasulullah saw bersabda :

من رأى منكم منكرا فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن لم يستطع فبقلبه و ذلك أضعف الإيمان

"Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemungkaran,
hendaklah ia merubah/mencegah dengan tangannya (kekuasaan)
jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya (secara lisan),
dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya (merasakan tidak senang dan tidak setuju). Dan itu adalah selemah-lemah Iman". - [Diriwayatkan oleh Imam Muslim #49]
Dari hadits ini bisa dipetik pelajaran yang lain yaitu:
  1. Wajibnya beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Sesungguhnya dengan hal itulah kondisi umat manusia dan masyarakat suatu negeri akan menjadi baik.
  2. Melarang kemungkaran itu bertingkat-tingkat. Barang siapa yang sanggup melakukan salah satunya maka wajib bagi dirinya untuk menempuh cara itu.
  3. Iman itu bertingkat-tingkat. Ada yang kuat, ada yang lemah, dan ada yang lebih lemah lagi.

Minggu, 29 Desember 2013

status hukum bom isytihad

Status Hukum 'Bom Isytihad' (Menjawab Fatwa Ulama Saudi)

SUMEDANG (voa-islam.com) - Bismillahirrahmaanirrahiim. Baru-baru ini Mufti Kerajaan Saudi, Syaikh Abdul Aziz Al-Syaikh, membuat pernyataan mengejutkan. Beliau secara jelas menyebut pelaku “bom bunuh diri” sebagai pelaku kejahatan berat, dosa besar, nasibnya lebih cepat masuk ke neraka. Pernyataan ini muncul untuk menanggapi pertanyaan tentang masalah itu.
“Membunuh diri sendiri adalah kejahatan berat dan dosa besar. Mereka yang melakukan bunuh diri dengan cara meledakkan diri menggunakan bahan peledak (bom) adalah penjahat yang mempercepat perjalanan mereka ke neraka. Hati mereka telah menyimpang jauh dari jalan yang benar, pikiran mereka telah diserang oleh kejahatan,” kata Syaikh Al-Syaikh sebagaimana dilansir Arab News, edisi 19 Desember 2013. (Voa-islam.com, 19 Desember 2013).
Jujur saja, akhir-akhir ini kita–sebagai Ahlus Sunnah-merasa resah dengan fatwa Syaikh Alu Syaikh terkait larangan bagi kaum Muslimin berjihad ke Suriah. Padahal sebelumnya, ulama Saudi, pemerintah, dan rakyatnya sepakat bulat mendukung Jihad kaum Muslimin di Suriah; untuk menumbangkan sang tiran, Basyar Assad.

Dalam doa-doa Shalat Witir saat Ramadhan di Masjidil Haram, juga dalam doa-doa Qunut di masjid-masjid Saudi, mereka mendoakan kemenangan bagi Mujahidin di Suriah. Tiba-tiba kini Sang Mufti melontarkan fatwa yang berlawanan. Ada apa ini?
Besar kemungkinan, Syaikh Al-Syaikh mendapat tekanan besar dari pemerintah Kerajaan Saudi; khususnya setelah Saudi mendukung pembantaian ribuan kaum Muslimin di Mesir, demi membela Sekularisme, Militerisme, Liberalisme di Mesir, dan mendukung Zionisme di Israel.
Sejak Tragedi Rabi’ah Al Adawiyah, 14 Agustus 2013, tangan Raja Abdullah dan jubah-jubah Kerajaan Saudi berlumuran darah kaum Mukminin; darah-darah ini telah membanjir ke bumi, memanas dan bergolak, menuntut tanggung-jawab pemerintah Saudi, “Bi aiyi dzanbin qutilna” (atas dosa apa kami dibunuh?).
Tragedi Rabi’ah Al Adawiyah seperti sebuah pertanda tentang saat-saat terakhir era kekuasaan Dinasti Saud di Najd dan Hijaz. Mungkin, akibat tekanan psikologis politik ini, pihak Kerajaan Saudi lalu menekan Sang Mufti.
Kalau kita cermati, rata-rata pernyataan kontroversial Syaikh Alu Syaikh, mewakili dirinya sendiri. Bukan mewakili Dewan Ulama Saudi (Hai’ah Kibaril Ulama) atau Komisi Fatwa Kerajaan Saudi (Lajnah Daimah).
Seolah, Syaikh Alu Syaikh –semoga Allah menolongnya atas segala kepelikan situasi yang melanda- membiarkan dirinya menjadi sasaran caci-maki atau celaan dari berbagai pihak; tapi di sisi lain, beliau ingin melindungi bangunan Dakwah Salafiyah di Saudi agar tidak dibombardir oleh tangan-tangan Kerajaan yang sudah berlumuran darah kaum Mukminin, akibat mendukung Sekularisme dan Zionisme yang menindas Umat.
Hal serupa ini pernah menimpa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (namanya Abdul Aziz, sama dengan nama Grand Mufti sekarang; juga sama dengan nama pendiri Kerajaan Saudi periode ke-3). Beliau pernah membuat heboh dengan keluarnya fatwa, boleh berdamai dengan Yahudi; dengan alasan Nabi Saw juga pernah berdamai dengan Yahudi.
Padahal konteksnya kini, Israel adalah perampas tanah kaum Muslimin; sedangkan di masa Nabi Saw, baik pihak Muslim maupun Yahudi punya kedudukan setara. Berdamai dengan perampas tentu berbeda dengan berdamai dengan kaum yang berdaulat penuh.
Berdamai dengan perampas, sama saja dengan mengakui hasil-hasil perampasannya. Banyak orang menduga, saat itu Syaikh Bin Baz rahimahullah juga ditekan pihak Kerajaan untuk mengeluarkan fatwa yang aneh.
Meminjam istilah Buya Muhammad Natsir rahimahullah, ketika seseorang tenggelam di sungai, dia berusaha mencari pegangan, sekali pun itu adalah ibu jari kakinya sendiri. Saat manusia sudah panik, karena takut kehilangan kekuasaan, maka tindakan apapun akan dia lakukan; termasuk dengan menekan ulama yang istiqamah.
Secara pribadi, kami meyakini dan mendoakan, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh tetap di atas garis lurus. Di antara ulama-ulama Saudi, beliau termasuk dekat dengan kalangan gerakan Islam. Hanya saja saat ini beliau sedang dihadapkan kepada pilihan pelik: Bicara kebenaran atau dakwah Salafiyah diberangus Kerajaan? Wallahu a’lam bisshawaab.
Terkait isu “bom manusia”, sejak lama kami berada dalam kebimbangan besar. Siapa yang benar di antara dua pendapat: pihak pendukung atau penentang? Bertahun-tahun lamanya kami tidak menemukan pendapat yang mantap. Alhamdulillah setelah melalui proses telaah yang cukup lama, kini kami merasa mendapati butiran-butiran pendapat yang lebih kuat.
Pada awalnya kami cenderung setuju dengan pendapat kalangan Salafi yang menolak aksi “bom manusia”. Kami sudah membaca pendapat Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Salman Audah, juga Syaikh Sulaiman Al Ulwan; tetapi masih sulit mendapatkan keyakinan.
Tetapi di sisi lain, untuk menetapkan aksi para Mujahidin itu sebagai “bom bunuh diri”, kami juga tidak berani. Rasanya sangat jauh membayangkan para Mujahidin melakukan perbuatan bunuh diri. Kami hanya berharap kepada Allah, agar para pemuda Islam pelaku aksi itu diterima amal-amalnya di sisi Allah.
Kami berharap, mereka diberikan keutamaan mati syahid. Amin Allahumma amin. Kalau pun pendapat seputar “bom manusia” itu salah, semoga ia dianggap sebagai kesalahan ijtihad, bukan karena maksiyat atau kesesatan. Bukankah kesalahan ijtihad tetap diberi satu pahala?
Rasanya sangat tidak tega menyebut para pemuda Islam itu mati konyol, mati celaka, masuk neraka. Kita saja kalau diseru untuk terjun berjihad membela Umat, belum tentu berani. Adilkah lisan kita ketika begitu berani memvonis para pemuda Mujahid itu mati konyol, sementara kita tak punya sumbangan apa-apa untuk membela Umat yang tertindas.
Selanjutnya, mari kita bicara tentang status hukum “bom manusia” ini. Bismillah bi nashrillah, laa haula wa laa quwwata illa billah.
[1]. Istilah aksi ini bermacam-macam. Ada yang menyebut “bom bunuh diri”, “bom martir”, “bom isytihad”, “bom manusia”, dan sebagainya. Pihak yang anti menyebutnya “bom bunuh diri”, ditambahi keterangan: mati konyol, orang celaka, kekal di neraka.
Pihak yang pro menyebutnya “bom isytihad” (bom untuk mencari syahid). Kami lebih suka menyebutnya “bom manusia” (human bomb), supaya netral, tidak masuk dalam vonis/klaim.
[2]. “Bom manusia” pertama kali dikenalkan dalam lingkup perjuangan Islam, oleh aktivis gerakan Hamas di Palestina. Mereka menyerang sasaran sipil Israel, misalnya di bis atau di kerumunan massa, dengan aksi “bom manusia”. Israel terus-terang merasa sangat takut dengan aksi ini, karena sifatnya tidak terduga tetapi mematikan.
Tidak aneh jika setelah itu Israel berusaha mempercepat proses pengakuan otoritas Palestina dengan wilayah Tepi Barat dan Jalur Ghaza. Aksi bom ini meskipun jumlah korban yang berjatuhan dari kalangan Yahudi Israel tidak banyak, tapi telah menimbulkan “efek ketakutan” luar biasa di publik Israel.
Seperti dimaklumi, kaum Yahudi adalah jenis entitas manusia yang paling penakut dengan kematian. Seandainya mungkin, mereka ingin hidup seribu tahun; lau yu’ammaru alfa sanatin (Al Baqarah: 96).
[3]. Dalam praktiknya, aksi “bom manusia” kadang dilakukan dengan memakai rompi yang berisi bom, lalu meledakkannya ketika berada di tengah musuh; atau membawa bom dalam tas, kemudian diledakkan dari jarak dekat; atau membawa mobil dengan diberi muatan banyak bahan peledak, lalu mobil ditabrakkan ke sasaran musuh sehingga terjadi ledakan besar. Kadang peledakan dilakukan dari jauh menggunakan remote control; peran pelaku hanya sekedar membawa bom saja. Aksi-aksi demikian berisiko terjadinya kematian bagi pembawa bom.
[4]. Sejak awal munculnya, “bom manusia” telah menimbulkan polemik (ikhtilaf). Ada pendapat pro dan kontra. Dr. Yusuf Al Qaradhawi termasuk yang paling gigih membela “bom isytihad” ini. Ulama muda Saudi, seperti Syaikh Salman Al Audah dan Syaikh Sulaiman Nashir Al Ulwan, juga mendukung aksi ini.
Sementara kalangan Salafi rata-rata menolak; mereka menyebut aksi itu sebagai “bom bunuh diri”, pelakunya mati sia-sia, mati konyol, masuk neraka. Syaikh Al Albani rahimahullah berpendapat agak netral. Kata beliau, aksi berani mati bisa saja dilakukan dalam peperangan, jika hal itu diperintahkan oleh komandan perang.
Lalu beliau mencontohkan tindakan tentara Sudan ketika sebagian pengendara tank nekad masuk ke rawa-rawa, dengan risiko mati tenggelam, untuk membuat jembatan penyeberangan bagi pasukan di belakangnya. Tindakan “pasti mati” semacam itu boleh, asalkan atas persetujuan komandan perang.
[5]. Kami mengingatkan kepada kaum Muslimin (juga diri kami sendiri) agar menjaga lisan dan tulisannya. Hendaknya kita jangan sembarangan menuduh para Mujahid Islam yang sedang berjuang membela Umat di medan-medan Jihad sebagai: bunuh diri, mati konyol, mati celaka, masuk neraka.
Mereka melakukan itu semua karena ingin membela Umat dan meninggikan kehormatan Islam. Sebaliknya, kaum pencela tidak bisa berbuat apa-apa, selain hanya mencela. Jika kita merasa memiliki pendapat yang shahih dan kuat, serta punya strategi yang hebat dalam Jihad, silakan buktikan pendapat itu dalam peperangan sesungguhnya di medan perang. Jika tidak berani berjihad, takut menghadapi kematian karena banyak dosa (akibat kebiasaan mencela dan menghina sesama Muslim); maka banyak-banyaklah berdoa dan bertaubat.
Doakan saudaramu yang berjihad, agar mendapat pertolongan dan kemenangan dari sisi Allah. Bertaubatlah dari kebiasaan menyakiti para pejuang Islam di medan perang. Jangan sampai kita terkena penyakit kaum munafik; gemar menyakiti hati orang-orang beriman yang berjuang di medan perang. Bukankah kelakukan golongan Abdullah bin Ubay seperti itu? (At Taubah: 47).
[6]. Secara umum, perbuatan bunuh diri, dilarang dalam Islam. Dalilnya bukan “Wa laa tulquu bi aidikum ilat tahlukah” (jangan menjatuhkan diri kalian ke dalam kebinasaan). Tapi dalilnya adalah ini: “Wa laa taqtuluu anfusakum, innallaha kaana bikum rahiman” (janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, karena sesungguhnya Allah sangat penyayang kepada kalian; An Nisaa’: 29).
Inilah dalil umum larangan melakukan tindakan bunuh diri. Dalil ini masih diperkuat dengan riwayat-riwayat seputar larangan dari Nabi Saw terhadap perbuatan bunuh diri.
[7]. Mula-mula harus dipahami hakikat amalan dalam Islam. Hakikat amalan dalam Islam dijelaskan dalam hadits populer dari Umar bin Khattab Ra, bahwa amalan itu tergantung niatnya. “Innamal a’malu bin niyat, wa li kulli imri’in ma nawa” (setiap amal tergantung niatnya, dan setiap orang akan diberi pahala sesuai niatnya).
Niat pelaku “bom manusia” adalah menyerang musuh yang merugikan Umat; sedangkan niat pelaku bunuh diri normal adalah mengakhiri keputus-asaan. Mungkin akibatnya sama, sama-sama kematian, tapi niatnya berbeda. Sama seperti orang yang tidak makan-minum seharian karena tidak ada makanan-minuman yang bisa dikonsumsi; dengan orang yang niat berpuasa sejak terbit fajar. Sama-sama tidak makan-minum, tapi beda niatnya. Unsur niat di balik amalan sangat besar artinya.
[8]. Faktor kematian dalam aksi “bom manusia” adalah AKIBAT dari suatu tujuan (menyerang lawan). Sedangkan dalam tindakan bunuh diri, faktor kematian merupakan TUJUAN aksi seseorang, untuk mengakhiri penderitaannya. Tujuan utama seorang Mujahid adalah menyerang lawan, risiko tindakannya kematian.
Kalimat yang mesti dikatakan bukan: “Dia telah bunuh diri dengan bom, lalu menimbulkan kerugian pada musuh demikian-demikian.” Yang tepat dikatakan: “Dia telah menyerang musuh sehingga menimbulkan kerugian demikian-demikian, sebagai akibatnya dia meninggal dalam serangan itu.”
Kalimat yang terakhir ini lebih tepat untuk menyebut aksi-aksi para pejuang Islam. Disini terdapat perbedaan tipis, tapi kita harus tetap menjaga perbedaan itu, agar tampak berbeda angtara kematian bunuh diri dengan kematian dalam Jihad.
[9]. Hukum yang berlaku dalam peperangan berbeda dengan hukum yang berlaku dalam kondisi normal. Hukum perang mengikuti situasi darurat (kontingensial). Hal-hal yang berlaku dalam hukum perang, tidak boleh serta-merta diterapkan dalam kondisi normal, karena realitasnya berbeda.
Contoh, dalam kondisi normal, kita dilarang melakukan tipu-daya. Tapi dalam perang Nabi Saw justru berkata: “Al harbu khud’ah” (perang itu isinya tipu daya). Dalam kondisi normal kita tidak boleh berbohong, tapi saat perang kita justru boleh berbohong kepada lawan (musuh). Dalam kondisi normal, kita dilarang membunuh manusia; tapi dalam perang, justru diperbolehkan sebanyak-banyaknya membinasakan lawan (musuh).
Dalam kondisi normal, kita tidak boleh memata-matai sesama Muslim, juga tak boleh tajassus (mencari-cari kesalahan) mereka. Tapi dalam perang, kita justru dianjurkan melakukan kegiatan mata-mata dan intelijen kepada lawan.
[10]. Tujuan utama dalam perang adalah menekan lawan, melemahkan mereka, membuat mereka takut, menghentikan kezhaliman musuh, atau mengusir mereka kembali ke negaranya. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan apa saja yang memungkinkan, sesuai pertimbangan Syariat dan teori kemiliteran.
Jika untuk tujuan tersebut dibutuhkan martir (pejuang berani mati), ya harus dilakukan. Nabi Saw pernah memerintahkan Ali bin Abi Thalib Ra memimpin pasukan untuk menyerang Benteng Khaibar. Benteng itu dijaga ketat, sulit ditembus, setiap pejuang yang mendekati pintu segera diserang anak panah Yahudi. Risiko serangan ini adalah kematian, tapi itu tetap dilakukan, demi tujuan Jihad.
Dalam Jihad para Salaf sering dijumpai serangan-serangan berani mati dengan cara menerobos barisan lawan sampai menimbulkan kerugian besar ke tengah mereka; dan menimbulkan rasa takut yang melemahkan mental lawan.
[11]. Pelaksanaan “bom manusia” dalam perang adalah bagian dari strategi perang yang diperintahkan oleh komandan perang. Ia bukan inisiatif pejuang Islam sendiri, tetapi dilakukan atas dasar komando (instruksi). Prinsip semacam ini lazim berlaku dalam seluruh strategi kemiliteran, dikenal sebagai “martyr attack” (serangan berani mati).
Kadang seorang jenderal komandan perang, memerintahkan sebagian anak buahnya untuk melakukan aksi berani mati, demi mencapai satu tujuan. Bentuknya tidak mesti “bom manusia”, tapi risikonya kematian bagi pelakunya. Misalnya, seorang prajurit diperintahkan meruntuhkan sebuah jembatan dengan menanam bom; atau prajurit diperintahkan masuk ke gudang senjata lalu meledakkannya; atau prajurit diperintahkan terjun ke tengah markas musuh, lalu melakukan serangan; dan lain-lain.
Risikonya adalah kematian, tetapi tujuannya untuk mencapai kemenangan. Tanggung-jawab serangan ada di pihak komandan, bukan di pelaku serangan berani mati, karena dia hanya melaksanakan perintah saja. Sementara sang komandan bertanggung-jawab atas berhasil tidaknya operasi militer itu dan seberapa besar pengorbanan yang diminta untuk mensukseskan suatu operasi.
Pihak pelaku “bom manusia” tidak bisa disalahkan, karena mereka hanya pelaku saja; sedangkan komandan pemberi perintah juga tak bisa disalahkan karena dia memutuskan operasi sesuai kebutuhan perang; kondisi ini tidak bisa disalahkan karena berada dalam lingkup situasi dan hukum perang.
[12]. Dalam Jihad Sultan Shalahuddin Al Ayyubi, komandan perang pernah mengutus seorang kurir untuk menyampaikan surat kepada Sultan. Kurir ini harus menembus lautan yang dijaga ketat oleh kapal-kapal musuh. Caranya dia harus berenang dan menyelam melintasi kepungan musuh.
Surat diikatkan ke tubuhnya. Ketika dilaksanakan upaya ini, sang kurir akhirnya mati di laut, lalu mayatnya terdampar di pantai yang dikuasai Sultan. Surat sampai ke tangan Sultan, sementara sang kurir telah meninggal.
Kurir itu dijuluki “al-amin”, karena dia telah menunaikan amanat selama hidupnya, dan setelah wafatnya. Begitu juga, Sultan Muhammad Al Fatih ketika berusaha menembus Benteng Konstantinopel, beliau pernah memerintahkan pasukannya membuat terowongan-terowongan untuk menembus benteng.
Mula-mula strategi ini berhasil, tetapi kemudian musuh mengetahui cara demikian; mereka menyiramkan minyak panas ke terowongan sehingga menimbulkan banyak kematian bagi prajurit Islam.
[13]. Sebenarnya, aksi “bom manusia” ini tidak perlu dilakukan, jika Jihad Fi Sabilillah kaum Muslimin selama ini didukung oleh pasukan negara-negara Muslim. Nyatanya, sejak era Jihad Syaikh Abdullah Azzam pada tahun 80-an, tidak ada satu pun tentara reguler negara-negara Muslim terjun melaksanakan Jihad.
Rata-rata Jihad dilakukan oleh “mujahidin individu” dari kalangan aktivis Islam atau kader-kader dakwah. Seharusnya tentara negara Muslimin terlibat dalam perang, membela kaum Muslimin di Mesir, Afghanistan, Palestina, Suriah, Chechnya, Bosnia, Pakistan, Yaman, Libya, dan sebagainya. Mereka datang dengan kekuatan reguler, dengan persenjataan organik, dengan strategi standar.
Maka jika pasukan reguler ini (terutama dari Saudi yang sering mencela pelaku “bom manusia”) belum pernah terlibat dalam perang mendukung Umat; mereka lebih patut disalahkan dan diharuskan bertanggung-jawab atas setiap masalah kemiliteran yang ada. Pemimpin-pemimpin yang tidak mau mengerahkan pasukannya untuk membela Umat, mereka bertanggung-jawab penuh atas ketidak-berdayaan kaum Muslimin dalam peperangan melawan musuhnya.
[14]. Hakikat “bom manusia” semata-mata hanya sebagai “kendaraan” atau “transportasi” untuk menghantarkan bom ke sasaran musuh. Ketika kaum Muslimin tidak memiliki sarana senjata, meriam, tank, rudal, atau apapun yang bisa menghajar sasaran lawan secara telak dan tepat; maka strategi “bom manusia” dibutuhkan untuk melakukan serangan. Jika Umat Islam memiliki sarana-sarana senjata canggih, tidak perlu lagi ada “bom manusia”.
Aksi bom itu semata-mata karena kedaruratan belaka. Itu pun hanya berlaku di medan perang (konflik militer) saja. Jika Mujahidin Islam memiliki sejenis Scud, Tomahawk, Apache, F16, Sukhoy, dan sejenisnya maka tak dibutuhkan lagi “bom manusia”. Jika Mujahidin bisa menyerang lawan dengan rudal dari jarak jauh, mengapa harus membawa bom ke tengah sasaran musuh?
Demikianlah, dapat disimpulkan bahwa serangan “bom manusia” adalah tindakan yang diperbolehkan dalam perang, sebagai bagian dari strategi militer. Bom ini dibutuhkan ketika para pejuang Islam tidak memiliki sarana persenjataan yang memadai untuk menyerang lawan.
Hakikat “bom manusia” bukanlah tindakan bunuh diri, tapi sebuah serangan militer. Kematian yang terjadi adalah RISIKO dari sebuah serangan berani mati; bukan sebagai tujuan. Jika Allah menghendaki, bisa saja pelaku serangan “bom manusia” tidak sampai meninggal, meskipun bom tetap meledak.
Aksi “bom manusia” ini tampaknya akan terus terjadi, sebagai tindakan paling darurat, untuk membela Umat Islam yang ditindas musuh. Tidak ada yang bisa mencegah aksi-aksi demikian, selagi prajurit militer dari negeri-negeri Muslim (misalnya Saudi, Indonesia, Mesir, dan sebagainya) tidak pernah diturunkan ke medan perang untuk berjihad membela Umat.
Kewajiban bagi Umat ini, minimal mendoakan para Mujahidin dalam perjuangan mereka; dan menjaga lisan agar tidak menyakiti saudara-saudaranya yang sedang berjihad. Siapa yang senang mencela dan memvonis buruk, dia harus membuktikan dirinya lebih berani membela Umat di medan perang.
Semoga risalah sederhana ini bermanfaat. Allahummanshur lil Mujahidina fi kulli makan wa fi kulli zaman; khushushan fi Suriah. Amin Allahumma amin. Wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in. *AM.Waskito
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/ulama/2013/12/26/28342/status-hukum-bom-isytihad-menjawab-fatwa-ulama-saudi/#sthash.4C4orakk.dpuf

Sabtu, 21 Desember 2013

Mengapa Rakyat Sinis Terhadap Partai-Partai Islam?

Mengapa Rakyat Sinis Terhadap Partai-Partai Islam?

Jakarta (voa-islam.com) Beberapa polling dari lembaga-lembaga survey selalu menempatkan partai-partai Islam atau berbasis Islam menunjukkan dukungan yang rendah. Melalui polling dari lembaga-lembaga survey, tetap menetapkan partai-partai nasioanlis sekuler yang menjadi warIsan Soeharto tetap mendapatkan dukungan tertinggi ratingnya. Golkar dan PDIP tetap diurutan teratas.
Sejak zaman Soekarno, Soeharto, dan SBY ini, Indonesia secara politik tetap didominasi partai-partai nasionalis dan sekuler. Tidak pernah beranjak dan berubah. Pernah, di tahun l955, partai-partai Islam, seperti Masyumi, NU, Syarikat Islam, dan Perti, digabungkan suaranya, sama dengan partai nasionalis sekuler, seperti PNI, PKI, dan Sosialis, yaitu suaranya 45 persen di konstituante (parlemen).
Partai-partai Islam, seperti Masyumi, NU, Syarikat Islam, dan Perti, di Konstituante menjadi antitesa dari partai nasionalis sekuler, seperti PNI, PKI, dan Sosialis. Polarisasi ideologis sangat nampak jelas antara partai Islam dan partai nasionalis sekuler. Partai Islam yang di pelopori Partai Masyumi dengan sangat terang di Konstituante memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Sementara itu, partai nasionalis sekuler yang dipelopori PNI dan PKI memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara.
Sekalipun, para pemimpin Partai Masyumi sebagian besar berpendidian Belanda, tetapi tidak mengurangi komitmen mereka menegakkan sistem Islam, dan berjuang di Konstituante secara gigih melalui argumentasi mereka, bagaimana menggambarkan Islam sebagai sistem nilai yang sempurna, dan menyeluruh, dan dapat menjadi landasan kehidupan termasuk mengatur negara.
Pidato-pidato para pemimpin Islam di Konstituante, seperti Mohammad Natsir, sangat tekenal, dan dengan sangat gamblang membandingkan antara Islam dengan Pancasila. Natsir yang berlatar-belakang pendidikan Belanda itu dengan sangat lugas, menyatakan bahwa Pancasila itu, “la diniyah” (sekuler), dan tidak layak menjadi dasar negara, karena sebagai ideologi, ciptaan manusia memiliki keterbatasan. Sayangnya Soekarno, tidak membiarkan perdebatan itu, sampai mencapai sebuah kesimpulan, dan kemudian Soekarno membubarkan Konstituante, dan selanjutnya membubarkan Partai Masyumi menjadi partai terlarang.
Tokoh-tokoh Partai Masyumi, memiliki integritas, dan komitmen yang tinggi terhadap cita-cita perjuangan mereka. Mereka berulangkali berbeda pendapat dengan Soekarno, dan berakhir dengan pemenjaraan mereka. Sesudah pergantian rezim dari Soekarno ke Soeharto, tak luput, para tokoh Masyumi itu, dikucilkan dan dilarang melakukan kegiatan politik, termasuk dipenjara oleh Soeharto. Mereka itu benar-benar pejuang yang sejati.
Sekarang, para pemimpin Partai Islam, pertama, memang tidak memiliki orientasi yang jelas, dan tidak jelas pula tujuan perjuangan mereka. Tidak ada satupun partai Islam yang berani secara terbuka ingin menegakan cita-cita Islam. Tidak ada yang eksplisit memiliki agenda memperjuangkan kepentingan umat, dan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Para pemimpin partai Islam sangat miskin integritas (kejujuran), dan partai yang mereka dirikan dan pimpin, hanyalah menjadi alat belaka, dan tujuannya meraih kepentingan jangka pendek. Kekuasaan. Tidak ada yang secara serius dan sungguh-sungguh, bagaimana mengubah bangsa dan negara ini, menuju kepada tegaknya prinsip-prinsip nilai-nilai Islam. Justru mereka para pemimpin Partai Islam mengingkari jati dirinya, sebagai entitas politik Islam, dan mereka mengganti tujuan cita-cita yang sejatinya, yaitu menegakkan al-Islam. Mereka menjadi kumpulan orang-orang yang sudah terkena panyakit akut yaitu “al wahn”, hubbut dunya wa harohiyatul maut (cinta dunia dan takut mati). Karena itu, mereka kehilangan saja’ah (keberanian), membela, memperjuangkan, dan menegakkan sistem nilai Islam.
Sejatinya, rakyat dan bangsa Indonesia membutuhkan solusi dan alternatif, yang dapat menjadi tumpuan masa depan mereka. Mereka sudah sejak zamannya Soekarno, Soeharto, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan SBY, tidak ada yang menawarkan solusi dan alternatif apapun, kecuali hanyalah tentang negara “sejahtera”, dan ujungnya hanya berujud bencana. Akibat salah urus dan korupsi, yang kemudian menjadis sistemik, seperti sekarang ini.
Soekarno membawa bangsa Indonesia bangkrut di tahun l965, Indonesia jatuh ke tangan komunisme. Soeharto membawa Indonesia bangkrut, di tahun l998, dan meninggalkan utang. Megawati tak mengubah apapun, dan malah menjual asset negara, dan memberika pengampunan kepada konglomerat hitam (cina) yang sudah mengemplang BLBI Rp.650 triliun.
SBY menjadikan Indonsia masuk lembah yang lebih hina, bukan hanya menjadi negara pengutang terbesar, Rp 1670 triliun. Tetapi, di zaman SBY, korupsi sudah menjadi ancaman eksistensi negara. Di mana Partai Demokrat, sekarang dari ketua umum, bendaraha umum, wakil sekretaris jendral, dewan pembina, semua terlibat dalam kasus korupsi.
Inilah momentum yang paling baik, jika ada Partai Islam memiliki agenda perjuangan yang jelas, tujuan yang jelas, dan gerakannya berbeda dengan partai nasionalis sekuler, dan memiliki model sendiri, yang berbasis pada akhlakul karimah, dan bukan menng-copypaste partai-partai sekuler.
Para pemimpinnya hidup zuhud terhadap dunia, tidak mengikuti hawa nafsu, dan menyakini janji Allah Azza Wa Jalla, tentang kehidupan akhirat, hidup dan mati mereka, hanyalah diorientasikan semata beribadah kepada Allah, bukan mencari keuntungan dunia.
Kalau ada Partai Islam yang memiliki syarat-syarat seperti itu, kita masih dapat berharap terhadap partai-partai Islam, dan akan ikut membela partai-partai Islam. Sekarang ini, momentum yang baik, bagiamana partai-partai Islam mengubah jati diri mereka. Dengan terus melakukan muhasabah (introspeksi), dan terus memperbaiki diri dari kekurangannya. Jika tidak ada, mungkin pemilu 2014, pemenangnya adalah Golput. Wallahu’alam. *mashadi.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/opini/2013/11/27/27807/mengapa-rakyat-sinis-terhadap-partaipartai-islam/#sthash.hZwe0Bfx.dpuf

Selasa, 22 Oktober 2013

Membaca Takbir Sesudah Shalat Fardhu & Lafadznya?

Soal: Kapan takbir sesudah shalat pada Iedul Adha dimulai? Mana yang benar, Allahu Akbar-nya dua kali atau tiga kali?
Bapak Endro
Jawab:
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Takbir pada bulan Dzulhijjah terbagi dua macam; Takbir Mutlak dan Takbir Muqayyad. Takbir Mutlak (takbir yang dibaca tanpa diikat tempat dan kegiatan tertentu) disyariatkan untuk dikumandangkan sejak awal Dzulhijjah sampai hari-hari Ied (hari tasyriq). Takbir ini dikumandangkan di jalan-jalan dan di pasar-pasar, di Mina, dan di tempat-tempat lainnya.
Sedangkan Takbir Muqayyad (terikat) adalah takbir yang dibaca sesudah shalat lima waktu, lebih khusus lagi pada shalat berjama’ah, sebagaimana yang disyaratkan oleh mayoritas fuqaha’.
Takbir ini dimulai sejak fajar hari ‘Arafah sampai shalat Ashar di hari raya keempat (hari Tasyriq terakhir/13 Dzulhijjah). Total semuanya sebanyak dua puluh tiga shalat. Ini didasarkan kepada hadits Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam dan sejumlah sahabat ridwanullah ‘alaihim. (Kitab Ma’mu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, 13/17). Dan takbir ini hanya berlaku bagi selain jama’ah haji.
Takbir ini dibaca sesudah salam (seusai shalat). Tepatnya sesudah membaca istighfar tiga kali dan Allahumma Antas Salaam waminkas salaam Tabaarakta Yaa Dzal Jalaali Walikraam.
Lafadz Takbir
Perintah takbir datang dengan umum, tanpa ada keterangan redaksinya secara khusus dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Kemudian para sahabatnya mempraktekkanya sesuai dengan apa yang mereka pahami. Di antaranya bentunya:
Pertama: diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dengan dua takbir di depannya:       
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Allahu Akbar, Allahu Akbar . . . Laa Ilaaha Illallah . . .Wallahu Akbar . . . Allahu Akbar . .  Walillahil Hamd.
Kedua: dengan tiga takbir diawalnya:
اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar . . . Laa Ilaaha Illallah . . .Wallahu Akbar . . . Allahu Akbar . .  Walillahil Hamd.
Ketiga, yang diriwayatkan dari Salman Radliyallah 'Anhu,
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Kabiira
Masalah ini sangat luas karena tidak ada nash dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang menetapkan bentuk tertentu. Karenanya, membaca takbir diawalnya dua atau tiga kali benar semua. Wallahu A’lam. [Badrul Tamam/PurWD/voa-islam.com]


Hikmah perjalanan mualaf Filipina Jane mengakui kebenaran Islam

Ahad, 16 Zulhijjah 1434 H / 20 Oktober 2013 18:30

Hikmah perjalanan mualaf Filipina Jane mengakui kebenaran Islam
Jane
Jane (21) adalah seorang mualaf Filipina yang mengucap syahadat pertamanya ketika ia berusia 19 tahun. Setelah memeluk Islam, gadis yang berasal dari keluarga Kristen ini mengubah namanya menjadi Imaan.
Imaan belum pernah mendengar tentang Islam sebelumnya. Perjalanannya dalam mencari kebenaran pun diwarnai pertentangan dari keluarga dan teman-temannya. Namun semua itu tiada berarti baginya bila dibandingkan dengan bukti-bukti kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ia terima.
Ia memaparkan bagaimana hatinya tergetar kala ia mendengar suara azan untuk pertama kalinya padahal ia tengah melaksanakan misa di gereja. Hingga puncaknya, ia mengalami pengalaman spiritual yang luar biasa, sebuah pengalaman yang akhirnya memantapkan hatinya untuk mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Shalallahu Alayhi wa Sallam adalah utusan Allah.
Berikut pemaparan lengkap Imaan mengenai perjalanan rohaninya yang mengharukan dan penuh hikmah luar biasa dalam menemukan kebenaran Islam, seperti dikutip page Islam, Youth Group.
Saya dan saudara-saudara saya dibesarkan dalam keluarga Kristen oleh orang tua kami. Kami selalu menghadiri misa di gereja setiap hari Minggu. Orang tua saya memasukkan saya ke sekolah dan universitas Katolik.
Pada waktu itu saya belajar banyak tentang agama Kristen, tapi begitu banyak pertanyaan dalam pikiran saya yang tidak pernah terjawab baik oleh orang tua saya maupun oleh profesor-profesor saya.
Dulu saya sering bertanya-tanya pada diri sendiri, terutama ketika kami sedang berada di gereja dan berdoa. Saya merasa begitu bingung. Saya merasa seperti ada sesuatu yang tidak benar dan saya harus menemukannya.
Suatu hari saya melihat seorang Muslimah bercadar di sebuah toko saat membeli beberapa buku. Tiba-tiba pandangan kami saling bertemu, saya menatap matanya. Pada saat itu saya merasa seperti dia adalah wanita paling cantik yang pernah saya lihat di sepanjang hidup saya. Waktu itu saya benar-benar belum tahu bahwa orang seperti dia adalah seorang Muslim. Kala itu saya masih menyebut orang-orang seperti dia dengan sebutan “ninja”.
Saat sampai di rumah, saya bertanya kepada semua bibi saya, sepupu dan beberapa teman saya mengenai mengapa ada orang yang memakai cadar, mengapa mereka menyembunyikan wajah mereka, mengapa dan mengapa dan mengapa, tapi tidak ada yang bisa menjawabnya.
Orang-orang yang saya tanya itu malah mengklaim bahwa “mereka adalah teroris”, “mereka membunuh orang-orang yang tidak bersalah”, dan sebagainya.
Saya memang tidak pernah tahu tentang Muslim dan Islam sebelumnya. Saya mendengar dari media bahwa kebanyakan dari mereka adalah teroris dan keluarga saya percaya pada apa yang mereka dengar di media. Namun saya mengabaikannya, karena saat itu saya tidak menilai orang dari agama mereka.
Ketika saya berusia 18 tahun. Saya mulai mempelajari agama-agama lain. Saya tidak pernah menyerah mencari jawaban. Orang-orang di sekitar saya, terutama orang tua saya, tampaknya merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan saya. Saya merasa seperti … tidak ada yang memahami saya.
Setahun kemudian, keluarga kami pergi ke sebuah tempat Islami di mana 60 % orang-orang di sana adalah Muslim, tapi saya tidak punya kesempatan untuk berteman dengan mereka pada saat itu karena saya merasa saya bukanlah seorang yang mudah bergaul dan saya merasa sangat malu.
Sekitar pukul enam sore kami pergi ke gereja untuk mengikuti misa bersama dengan seluruh keluarga kami. Saat itu tanggal 2 November, saya sedang berdiri di salah satu sudut gereja, kemudian tiba-tiba saya mendengar suara azan untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Saya sangat kagum, dan saya merasa seperti azan itu memanggil saya, dan tubuh saya ingin berjalan menuju ke sumber suara azan itu.
Saya tidak mengikuti misa sampai akhir. Saya kemudian menatap langit dan pada saat itu saya merasakan perasaan terbaik yang pernah saya rasakan dalam hidup saya.
Ketika kami kembali ke kota kami, saya mulai mempelajari Islam dan dari sana saya memutuskan untuk mengucap syahadat sendirian di kamar saya. Alhamdulillah Allah memudahkan saya dengan internet di mana saya bisa belajar dari situs-situs Islam mengenai bagimana tata cara shalat.
Saya terus mempelajari dan menonton [tata cara shalat] secara keseluruhan. Kemudian saya mencoba untuk menjalankan shalat untuk pertama kalinya. Saat itu betapa terkejutnya saya hingga saya terus menangis, karena tiba-tiba bibir saya bisa mengucapkan bacaan-bacaan shalat dengan lancar.  Do’a berbahasa Arab itu meluncur begitu saja dari mulut saya. Hal luar biasa ini benar-benar mendatangkan perubahan mendadak dalam hidup saya.
Saya menghentikan semua kebiasaan buruk yang saya lakukan, nongkrong larut malam dengan teman-teman, minum alkohol dan merokok. Orang-orang di sekitar saya mengatakan saya gila seperti seorang psikopat.
Setiap kali saya menunaikan ibadah shalat, mereka terus menertawakan saya. Teman-teman saya mengatakan saya tidak keren karena saya tidak lagi “sejalan” dengan mereka.
Saya menjalankan puasa sendirian di rumah kami selama Ramadhan dan merasa kesepian saat merayakan Idul Fitri. Tapi saya masih bersyukur, Alhamdulillah. Shalat dan membaca Al-Qur’an membuat saya merasa saya tidak sendirian sama sekali.
Saya akui, saya selalu mengajukan pertanyaan kepada saudara-saudara saya dalam Islam dan mungkin membuat mereka sedikit kesal. Saya meminta kepada Allah untuk membantu saya, untuk menjawab pertanyaan saya. Subhanallah! Setiap kali saya membuka dan membaca Al-Qur’an saya mendapatkan jawaban-Nya.
Sebagian besar orang yang saya kenal terus mengatakan “Kau gila”, “Kau tidak berpikir”, dan sebagainya. Namun saya hanya menghadapi semua itu dengan tersenyum sambil mengingat-ingat firman Allah yang saya baca dari Al-Qur’an.
Allah menuntun siapa saja yang Dia kehendaki untuk menuju jalan yang lurus. Bukan saya yang memilih Islam, tetapi Allah-lah yang memilih saya. (banan/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/10/20/hikmah-perjalanan-mualaf-filipina-jane-mengakui-kebenaran-islam.html#sthash.oEgha6yl.dpuf


Hikmah perjalanan mualaf Filipina Jane mengakui kebenaran Islam

Ahad, 16 Zulhijjah 1434 H / 20 Oktober 2013 18:30

Hikmah perjalanan mualaf Filipina Jane mengakui kebenaran Islam
Jane
Jane (21) adalah seorang mualaf Filipina yang mengucap syahadat pertamanya ketika ia berusia 19 tahun. Setelah memeluk Islam, gadis yang berasal dari keluarga Kristen ini mengubah namanya menjadi Imaan.
Imaan belum pernah mendengar tentang Islam sebelumnya. Perjalanannya dalam mencari kebenaran pun diwarnai pertentangan dari keluarga dan teman-temannya. Namun semua itu tiada berarti baginya bila dibandingkan dengan bukti-bukti kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ia terima.
Ia memaparkan bagaimana hatinya tergetar kala ia mendengar suara azan untuk pertama kalinya padahal ia tengah melaksanakan misa di gereja. Hingga puncaknya, ia mengalami pengalaman spiritual yang luar biasa, sebuah pengalaman yang akhirnya memantapkan hatinya untuk mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Shalallahu Alayhi wa Sallam adalah utusan Allah.
Berikut pemaparan lengkap Imaan mengenai perjalanan rohaninya yang mengharukan dan penuh hikmah luar biasa dalam menemukan kebenaran Islam, seperti dikutip page Islam, Youth Group.
Saya dan saudara-saudara saya dibesarkan dalam keluarga Kristen oleh orang tua kami. Kami selalu menghadiri misa di gereja setiap hari Minggu. Orang tua saya memasukkan saya ke sekolah dan universitas Katolik.
Pada waktu itu saya belajar banyak tentang agama Kristen, tapi begitu banyak pertanyaan dalam pikiran saya yang tidak pernah terjawab baik oleh orang tua saya maupun oleh profesor-profesor saya.
Dulu saya sering bertanya-tanya pada diri sendiri, terutama ketika kami sedang berada di gereja dan berdoa. Saya merasa begitu bingung. Saya merasa seperti ada sesuatu yang tidak benar dan saya harus menemukannya.
Suatu hari saya melihat seorang Muslimah bercadar di sebuah toko saat membeli beberapa buku. Tiba-tiba pandangan kami saling bertemu, saya menatap matanya. Pada saat itu saya merasa seperti dia adalah wanita paling cantik yang pernah saya lihat di sepanjang hidup saya. Waktu itu saya benar-benar belum tahu bahwa orang seperti dia adalah seorang Muslim. Kala itu saya masih menyebut orang-orang seperti dia dengan sebutan “ninja”.
Saat sampai di rumah, saya bertanya kepada semua bibi saya, sepupu dan beberapa teman saya mengenai mengapa ada orang yang memakai cadar, mengapa mereka menyembunyikan wajah mereka, mengapa dan mengapa dan mengapa, tapi tidak ada yang bisa menjawabnya.
Orang-orang yang saya tanya itu malah mengklaim bahwa “mereka adalah teroris”, “mereka membunuh orang-orang yang tidak bersalah”, dan sebagainya.
Saya memang tidak pernah tahu tentang Muslim dan Islam sebelumnya. Saya mendengar dari media bahwa kebanyakan dari mereka adalah teroris dan keluarga saya percaya pada apa yang mereka dengar di media. Namun saya mengabaikannya, karena saat itu saya tidak menilai orang dari agama mereka.
Ketika saya berusia 18 tahun. Saya mulai mempelajari agama-agama lain. Saya tidak pernah menyerah mencari jawaban. Orang-orang di sekitar saya, terutama orang tua saya, tampaknya merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan saya. Saya merasa seperti … tidak ada yang memahami saya.
Setahun kemudian, keluarga kami pergi ke sebuah tempat Islami di mana 60 % orang-orang di sana adalah Muslim, tapi saya tidak punya kesempatan untuk berteman dengan mereka pada saat itu karena saya merasa saya bukanlah seorang yang mudah bergaul dan saya merasa sangat malu.
Sekitar pukul enam sore kami pergi ke gereja untuk mengikuti misa bersama dengan seluruh keluarga kami. Saat itu tanggal 2 November, saya sedang berdiri di salah satu sudut gereja, kemudian tiba-tiba saya mendengar suara azan untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Saya sangat kagum, dan saya merasa seperti azan itu memanggil saya, dan tubuh saya ingin berjalan menuju ke sumber suara azan itu.
Saya tidak mengikuti misa sampai akhir. Saya kemudian menatap langit dan pada saat itu saya merasakan perasaan terbaik yang pernah saya rasakan dalam hidup saya.
Ketika kami kembali ke kota kami, saya mulai mempelajari Islam dan dari sana saya memutuskan untuk mengucap syahadat sendirian di kamar saya. Alhamdulillah Allah memudahkan saya dengan internet di mana saya bisa belajar dari situs-situs Islam mengenai bagimana tata cara shalat.
Saya terus mempelajari dan menonton [tata cara shalat] secara keseluruhan. Kemudian saya mencoba untuk menjalankan shalat untuk pertama kalinya. Saat itu betapa terkejutnya saya hingga saya terus menangis, karena tiba-tiba bibir saya bisa mengucapkan bacaan-bacaan shalat dengan lancar.  Do’a berbahasa Arab itu meluncur begitu saja dari mulut saya. Hal luar biasa ini benar-benar mendatangkan perubahan mendadak dalam hidup saya.
Saya menghentikan semua kebiasaan buruk yang saya lakukan, nongkrong larut malam dengan teman-teman, minum alkohol dan merokok. Orang-orang di sekitar saya mengatakan saya gila seperti seorang psikopat.
Setiap kali saya menunaikan ibadah shalat, mereka terus menertawakan saya. Teman-teman saya mengatakan saya tidak keren karena saya tidak lagi “sejalan” dengan mereka.
Saya menjalankan puasa sendirian di rumah kami selama Ramadhan dan merasa kesepian saat merayakan Idul Fitri. Tapi saya masih bersyukur, Alhamdulillah. Shalat dan membaca Al-Qur’an membuat saya merasa saya tidak sendirian sama sekali.
Saya akui, saya selalu mengajukan pertanyaan kepada saudara-saudara saya dalam Islam dan mungkin membuat mereka sedikit kesal. Saya meminta kepada Allah untuk membantu saya, untuk menjawab pertanyaan saya. Subhanallah! Setiap kali saya membuka dan membaca Al-Qur’an saya mendapatkan jawaban-Nya.
Sebagian besar orang yang saya kenal terus mengatakan “Kau gila”, “Kau tidak berpikir”, dan sebagainya. Namun saya hanya menghadapi semua itu dengan tersenyum sambil mengingat-ingat firman Allah yang saya baca dari Al-Qur’an.
Allah menuntun siapa saja yang Dia kehendaki untuk menuju jalan yang lurus. Bukan saya yang memilih Islam, tetapi Allah-lah yang memilih saya. (banan/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/10/20/hikmah-perjalanan-mualaf-filipina-jane-mengakui-kebenaran-islam.html#sthash.oEgha6yl.dpuf


Hikmah perjalanan mualaf Filipina Jane mengakui kebenaran Islam

Ahad, 16 Zulhijjah 1434 H / 20 Oktober 2013 18:30

Hikmah perjalanan mualaf Filipina Jane mengakui kebenaran Islam
Jane
Jane (21) adalah seorang mualaf Filipina yang mengucap syahadat pertamanya ketika ia berusia 19 tahun. Setelah memeluk Islam, gadis yang berasal dari keluarga Kristen ini mengubah namanya menjadi Imaan.
Imaan belum pernah mendengar tentang Islam sebelumnya. Perjalanannya dalam mencari kebenaran pun diwarnai pertentangan dari keluarga dan teman-temannya. Namun semua itu tiada berarti baginya bila dibandingkan dengan bukti-bukti kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ia terima.
Ia memaparkan bagaimana hatinya tergetar kala ia mendengar suara azan untuk pertama kalinya padahal ia tengah melaksanakan misa di gereja. Hingga puncaknya, ia mengalami pengalaman spiritual yang luar biasa, sebuah pengalaman yang akhirnya memantapkan hatinya untuk mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Shalallahu Alayhi wa Sallam adalah utusan Allah.
Berikut pemaparan lengkap Imaan mengenai perjalanan rohaninya yang mengharukan dan penuh hikmah luar biasa dalam menemukan kebenaran Islam, seperti dikutip page Islam, Youth Group.
Saya dan saudara-saudara saya dibesarkan dalam keluarga Kristen oleh orang tua kami. Kami selalu menghadiri misa di gereja setiap hari Minggu. Orang tua saya memasukkan saya ke sekolah dan universitas Katolik.
Pada waktu itu saya belajar banyak tentang agama Kristen, tapi begitu banyak pertanyaan dalam pikiran saya yang tidak pernah terjawab baik oleh orang tua saya maupun oleh profesor-profesor saya.
Dulu saya sering bertanya-tanya pada diri sendiri, terutama ketika kami sedang berada di gereja dan berdoa. Saya merasa begitu bingung. Saya merasa seperti ada sesuatu yang tidak benar dan saya harus menemukannya.
Suatu hari saya melihat seorang Muslimah bercadar di sebuah toko saat membeli beberapa buku. Tiba-tiba pandangan kami saling bertemu, saya menatap matanya. Pada saat itu saya merasa seperti dia adalah wanita paling cantik yang pernah saya lihat di sepanjang hidup saya. Waktu itu saya benar-benar belum tahu bahwa orang seperti dia adalah seorang Muslim. Kala itu saya masih menyebut orang-orang seperti dia dengan sebutan “ninja”.
Saat sampai di rumah, saya bertanya kepada semua bibi saya, sepupu dan beberapa teman saya mengenai mengapa ada orang yang memakai cadar, mengapa mereka menyembunyikan wajah mereka, mengapa dan mengapa dan mengapa, tapi tidak ada yang bisa menjawabnya.
Orang-orang yang saya tanya itu malah mengklaim bahwa “mereka adalah teroris”, “mereka membunuh orang-orang yang tidak bersalah”, dan sebagainya.
Saya memang tidak pernah tahu tentang Muslim dan Islam sebelumnya. Saya mendengar dari media bahwa kebanyakan dari mereka adalah teroris dan keluarga saya percaya pada apa yang mereka dengar di media. Namun saya mengabaikannya, karena saat itu saya tidak menilai orang dari agama mereka.
Ketika saya berusia 18 tahun. Saya mulai mempelajari agama-agama lain. Saya tidak pernah menyerah mencari jawaban. Orang-orang di sekitar saya, terutama orang tua saya, tampaknya merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan saya. Saya merasa seperti … tidak ada yang memahami saya.
Setahun kemudian, keluarga kami pergi ke sebuah tempat Islami di mana 60 % orang-orang di sana adalah Muslim, tapi saya tidak punya kesempatan untuk berteman dengan mereka pada saat itu karena saya merasa saya bukanlah seorang yang mudah bergaul dan saya merasa sangat malu.
Sekitar pukul enam sore kami pergi ke gereja untuk mengikuti misa bersama dengan seluruh keluarga kami. Saat itu tanggal 2 November, saya sedang berdiri di salah satu sudut gereja, kemudian tiba-tiba saya mendengar suara azan untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Saya sangat kagum, dan saya merasa seperti azan itu memanggil saya, dan tubuh saya ingin berjalan menuju ke sumber suara azan itu.
Saya tidak mengikuti misa sampai akhir. Saya kemudian menatap langit dan pada saat itu saya merasakan perasaan terbaik yang pernah saya rasakan dalam hidup saya.
Ketika kami kembali ke kota kami, saya mulai mempelajari Islam dan dari sana saya memutuskan untuk mengucap syahadat sendirian di kamar saya. Alhamdulillah Allah memudahkan saya dengan internet di mana saya bisa belajar dari situs-situs Islam mengenai bagimana tata cara shalat.
Saya terus mempelajari dan menonton [tata cara shalat] secara keseluruhan. Kemudian saya mencoba untuk menjalankan shalat untuk pertama kalinya. Saat itu betapa terkejutnya saya hingga saya terus menangis, karena tiba-tiba bibir saya bisa mengucapkan bacaan-bacaan shalat dengan lancar.  Do’a berbahasa Arab itu meluncur begitu saja dari mulut saya. Hal luar biasa ini benar-benar mendatangkan perubahan mendadak dalam hidup saya.
Saya menghentikan semua kebiasaan buruk yang saya lakukan, nongkrong larut malam dengan teman-teman, minum alkohol dan merokok. Orang-orang di sekitar saya mengatakan saya gila seperti seorang psikopat.
Setiap kali saya menunaikan ibadah shalat, mereka terus menertawakan saya. Teman-teman saya mengatakan saya tidak keren karena saya tidak lagi “sejalan” dengan mereka.
Saya menjalankan puasa sendirian di rumah kami selama Ramadhan dan merasa kesepian saat merayakan Idul Fitri. Tapi saya masih bersyukur, Alhamdulillah. Shalat dan membaca Al-Qur’an membuat saya merasa saya tidak sendirian sama sekali.
Saya akui, saya selalu mengajukan pertanyaan kepada saudara-saudara saya dalam Islam dan mungkin membuat mereka sedikit kesal. Saya meminta kepada Allah untuk membantu saya, untuk menjawab pertanyaan saya. Subhanallah! Setiap kali saya membuka dan membaca Al-Qur’an saya mendapatkan jawaban-Nya.
Sebagian besar orang yang saya kenal terus mengatakan “Kau gila”, “Kau tidak berpikir”, dan sebagainya. Namun saya hanya menghadapi semua itu dengan tersenyum sambil mengingat-ingat firman Allah yang saya baca dari Al-Qur’an.
Allah menuntun siapa saja yang Dia kehendaki untuk menuju jalan yang lurus. Bukan saya yang memilih Islam, tetapi Allah-lah yang memilih saya. (banan/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/10/20/hikmah-perjalanan-mualaf-filipina-jane-mengakui-kebenaran-islam.html#sthash.oEgha6yl.dpuf

Selasa, 15 Oktober 2013

Puasa Arafah didasarkan Wukuf atau Hari Arafah?

Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilakukan pada hari Arafah. Keutamaan puasa ini berdasarkan hadits Nabi SAW dari Abu Qatadah Al-Anshariy, berkata :

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya tentang (keutamaan) puasa pada hari Arafah?” Maka beliau menjawab, “ Menghapuskan (kesalahan) tahun yang lalu dan yang sesudahnya.” (HR. Muslim)1

Apakah hari Arafah didasarkan atas penetapan pemerintah Saudi Arabia, terkait dengan pelaksanaan wukuf di Arafah, ataukah berdasarkan ketetapan daerah setempat?
Jawabnya adalah kesunnahan puasa Arafah bukan didasarkan adanya wukuf, tetapi karena datangnya hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Maka bisa jadi hari Arafah di Indonesia berbeda dengan di Saudi Arabia. Toleransi terhadap adanya perbedaan ini didasarkan atas hadits Kuraib, beliau berkata :

اَنَّ اُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ اِلَى مُعَاوِيَةَ باِلشَّامِ قاَلَ كُرَيْبٌ: فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَاَنَا باِلشَّامِ فَرَاَيْتُ الْهِلاَلَ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِيْنَةَ فِيْ اَخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلاَلَ فَقَالَ: مَتىَ رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ؟ فَقُلْتُ: رَاَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ فَقَالَ: اَنْتَ رَاَيْتَهُ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوْا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ فَقَالَ: لَكِنَّا رَاَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُوْمُ حَتىَّ نُكْمِلَ الثَّلاَثِيْنَ اَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ: اَوَ لاَ تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَ صِيَامِهِ؟ فَقَالَ: لاَ هَكَذَا اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
Artinya : Sesungguhnya Ummul Fadl binti al-Harits mengutus Kuraib menemui Mu’awiyah di Syam. Kuraib berkata: Aku tiba di Syam. Lalu aku tunaikan keperluan Ummul Fadl. Dan terlihatlah hilal bulan Ramadlan olehku, sedang aku masih berada di Syam. Aku melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian aku tiba di Madinah di akhir bulan Ramadlan. Abdullah bin Abbas bertanya kepadaku, dan ia menyebut hilal. Ia berkata: “Kapan kamu melihat hilal?” Aku berkata: “Malam Jum’at.” Dia bertanya: “Apakah kamu sendiri melihatnya?” Aku menjawab: “Ya, dan orang-orang juga melihatnya. Mereka berpuasa, demikian juga Mu’awiyah.” Dia berkata: “Tetapi kami melihat hilal pada malam Sabtu, maka kami tetap berpuasa sehingga kami sempurnakan 30 hari atau kami melihat hilal”. Aku bertanya: “Apakah kamu tidak cukup mengikuti rukyah Mu’awiyah dan puasanya?” Lalu dia menjawab: “Tidak, demikianlah Rasulullah SAW menyuruh kami (HR. Muslim)2

Seandainya waktu puasa Arafah di dunia ini harus mengikuti waktu wuquf di Arafah yang dilakukan di Makah, maka ini akan timbul konsekwensi yang tidak ada satupun umat Islam berpendapat demikan. Misalnya kalau puasa di sebuah negeri yang perbedaan waktu antara negeri itu dan Makah mencapai dua belas jam, ini tentunya kalau siang di Makah, maka di negeri tersebut dalam keadaan malam. Maka apakah penduduk muslim negeri tersebut harus puasa pada`malam itu, bukan siangnya ? Karena mengikuti waktu wukuf di Arafah yang sedang dilaksanakan di Makah. Tentu tidak ada ulama yang berpendapat seperti ini. Dengan memahami logika ini, maka kita harus menjelaskan bahwa puasa Arafah tidak berhubungan dengan adanya wukuf, tetapi karena datangnya hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Maka bisa jadi hari Arafah di Indonesia berbeda dengan di Saudi Arabia.

DAFTAR PUSTAKA
1.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. III, Hal. 167, No. Hadits : 2804
2.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. II, Hal. 765, No. Hadits : 1087

Kamis, 13 Juni 2013

Catatan Seorang Anak Muda, "Mereka Panggil Gue Teroris"

Ini pertanyaan dari seorang anak muda kaya' gue yang masih ngerasa penasaran banget dan masih minim ilmu. "Gue pengen tahu kenapa sih orang islam kudu disebut teroris?". Kesannya kejam, sadis abies dan sangar gitu. belum lagi sederet kisah yang disuguhkan di tivi, yang ratingnya bisa lebih tinggi dari sinetron tontonan emak- emak. Dalam bayangan gue, teroris tuh bawa senjata laras panjang, badannya berotot, suka ngerampok dan ngebajak pesawat, persis kaya' di film- film barat.  Tapi akhirnya gue shock dan nambah penasaran banget, saat ternyata seorang ustadz yang udah sepuh ditangkap dan ditampilkan ditivi, terus dijuluki sang teroris.

Yang lebih hebohnya,  sikap pak ustadz yang tetep tenang, cool dan santai banget. Ini justru kebalikan 180 derajat sama pengawal yang menangkap beliau. Mereka pakai baju dan senjata super lengkap. Kalau gue bilang sih lebay!!. secara gitu, si ustadz sudah sepuh, apa iya bakal ngelawan dengan segitunya. Biar kelihatan sangar kali ye.. heee....

Sikap pak ustadz ini yang akhirnya mancing rasa penasaran gue lagi. Kalau maling ketangkap, biasanya pada nunduk dan ekspresinya nggak asyik. Tapi yang gue lihat waktu itu, beliau tetap adem ayem damai sentosa.  Ada dua hal yang lalu mampir dipikiran gue. Beliau santai karena yang dilakukan adalah benar atau malah super benar, jadi pun kalau kena fitnah, kebenaran tetaplah kebenaran. Atau hal yang kedua adalah beliau hanya sekedar merasa benar atau dengan kata lain kebenaran versi belliau sendiri, sampai akhirnya beliau kudu ditangkap.

Investigasi berlanjut. Dari mulai tivi, majalah, koran sampe internet gue ubek- ubek. Gue juga banyak tanya dan mengamati. Segitu penasarannya, kenapa sih islam identik dengan teroris. Dan kenapa ada orang yang bisa santai, dan ademm banget saat dihujat orang sedunia, dan kenapa ada orang yang begitu semangatnya memberitakan berita tentang mereka, dan menyebut mereka teroris.

Akhirnya guepun sampai pada kesimpulan bahwa cinta itu memang butuh pengorbanan.Siapapun mereka yang rela disebut teroris, ampe dianiaya seperti apapun, adalah karena saking cintanya sama Allah. Mereka menjalankan aturan Islam yang sebenar-benarnya. Dan sebutan teroris hanyalah fitnah yang disiarkan buat menmagkas langkah mereka. Cinta mereka sama Allah nggak setengah- setengah kaya' orang munafik dan yang memilih kesenangan dunia. Dan Allahpun sayang dengan mereka yang benar- benar berjuang. Mereka yang difitnah sebagai teroris, nggak cuma omdo tapi pake bukti dan tindakan. Walaupun yang mereka lakukan bakal beresiko berat terutama buat diri mereka sendiri. Tapi tetep bos, yang namanya kebenaran sampe H-2 kiamat tetep aja bakal jadi kebenaran, dan kebenaran itu mutlak buat disampaikan.
Mereka nggak sesadis yang digambarkan ditipi- tipi tuh. Karena Islam memang bukan tentang kekerasan. Justru yang gue heran, yang pada nangkepin bos, pake acara ngegebuk, kalau perlu membunuh!! nah lho jadi siapa yang pake kekerasan?
So,... gue sebagai anak muda yang kritis, tentu saja nggak akan melewatkan hal itu juga dong. Siapa yang nggak mau dapat kecintaan Allah dan memahami kebenaran. Disayang mak gue aja, seneng. Nah ini disayang sama yang nyiptain gue, yang punya bumi dan galaksi milyaran yang gue bahkan nggak bisa ngitung. Ya so pasti, kalau gue tolak, gue bodoh kelas berat. Gue akhirnya  milih belajar tentang islam yang sebenarnya. Bukan yang modifikasi, ataupun yang abal- abal.

Hasilnya, terbukti...

Teroris, juga disematkan didepan nama gue. Sama juga kaya' mereka yang lain. Kenapa? akhirnya gue tahu alasannya. Karena gue belajar islam dengan SEUTUHNYA, dan coba mempraktekkan paling nggak ke diri gue sendiri. Jangan tanya siapa ngasih label begitu? yang pasti orang-orang yang nggak suka dengan islam. Tapi yang gue heran, justru banyak orang islam sendiri yang melakukan. #ralat, maksudnya orang islam tapi munafik. Tapi itu nggak masalah, semua  pasti tahu lah, dimana ada surga pasti ada neraka. dimana ada orang pengen baik, pasti bakal ada yang ngerecokin.

Gue emang masih muda. tapi belum tentu gue NGGAK bakal mati besok, atau hari ini. Hanya Allah yang tahu juga kan?. Nah karena itulah gue nggak mau hidup yang sekalinya ini,  gue setengah- setengah dalam belajar. Selain itu karena gue bukan pengecut yang cuma bisa diem kaya' setan bisu yang menyembunyikan kebenaran. gue juga bukan orang yang ahli bertengkar sama hati gue yang selalu mengajak di kebenaran. Gue merasa beruntung karena kebenaran yang gue pilih, bukan versi manusia, bukan buatan manusia, dan hasil pikiran manusia. melainkan langsung dari Allah yang menciptakan kita, termasuk kamu yang lagi baca.

So, buat siapapun kamu di luar sana, jangan pernah takut ketika kamu dilabeli apapun saat pengen jadi lebih baik. Dan hanya islam yang bakal menuntun kamu jadi lebih baik #maksud gue islam versi original, bukan yang KW.  Jangan mudah galau sama hujatan, makian ataupun cobaan yang bakal kamu dapat dari manusia disekeliling kamu. Emang kamu hidup bakal ngasih tanggung jawab ke meraka. nggak lah!! entar kita sendiri- sendiri menghadap Allah, dan bakal ditanyain sendiri juga sama Allah. yang dulunya belain dan melindungi kamu di dunia, nggak bakalan bisa lagi ngebela kamu diakherat. semua bakalan kamu tanggung sendiri, baik ataupun buruk kamu yang bakal nanggung sendiri. Dan asal kamu tahu aja, orang yang membenci kamu, memusuhi dan bahkan menyiksa kamu, seharusnya dialah orang yang bener- bener rugi. Kalau memang dia sebenarnya baik, dia akan ngerasa sedih karena kudu bertarung sama batinnya sendiri saat memusuhi kamu. Kalau memang dia jahat, sesungguhnya Allah sudah menggunci mati hati nuraninya dari memahami nilai kebenaran islam. Hey, adakah orang yang pantas dikasihani selain mereka?

So, mumpung masih muda, yuk kita belajar  jadi pemimpin yang baik atas diri sendiri, yang bakal ngantar diri kita sendiri kelak ditempat yang nyaman yaitu surga. kritislah dengan apa yang terjadi disekeliling kita, dan pandai- pandailah dalam membuat pilihan dan pemikiran. Nggak ada yang gratis bos, semua kisah di dunia bakal ada endingnya, semua perbuatan bakal ada pertanggungan jawabnya. Saatnya memilih tentang siapa dan bagaimana jati diri kamu, sekarang! 
(NayMa/voa-islam.com)